Itu nama penyakit. Gue baru tahu ada namanya penyakit kayak gitu. Tahu pertama kali ya dari temen gue yang mengira dirinya mengidap penyakit itu. Kasian ia, tapi lebih kasian lagi salah satu temen gue yang beneran mengidap penyakit ini.
Bipolar Disorder. Menurut keterangan beberapa hasil mencari di situs "kacamata renang", Bipolar Disorder adalah penyakit yang diidap oleh seseorang yang memiliki kemampuan salto. haha bukanlah. Penyakit yang diidap oleh orang yang moodnya bisa berubah dalam sekejam mata. Misalnya semenit lalu ia senyum, semenit kemudian ia murung, semenit kemudian lagi ia jingkrak-jingkrak, tapi dua menit kemudian ia menangis bersimbah darah. Nah itu contoh ekstrimnya. Tapi ya gambaran kira-kiranya gitu lah. Berubah mood secepat kilat, sekuat macan.
Sampai pada akhirnya gue berada disebuah obrolan dalam perjalanan pulang dari Ujung Genteng dalam rangka malam keakraban Obscura. Ternyata salah seorang dari rombongan kami ada pengidap Bipolar Disorder. Ia mengaku tanpa ada rasa takut, menyesal, ataupun malu. Hebat.
Pada awalnya, gue kira ia memang idiot or something worst. Seperti beberapa anak kampus yang masih saja diterima di kampus walau kita tahu bahwa kampus umum seperti UMN bukan tempat yang tepat bagi mereka. Kasian merekanya, jadi bahan tertawaan dan singgungan meski mungkin mereka tidak pernah merasa ditertawakan atau disinggung. Teman gue yang satu rombongan ini juga, mungkin merasa bangga ditertawakan atau merasa bangga bisa membuat kami semua terhibur karena keidiotannya. Ia kerap kali mengatakan hal-hal dan bereaksi di luar kewajaran manusia berusia 20an seperti kami. Seperti orang yang bermental SD tapi terperangkap dalam tubuh dewasa, itu kata teman gue.
Tapi ternyata di balik reaksi non-mayoritas itu ia harus minum obat, obat penyetabil mood. Ia bilang mood stabilizer itu harus ia minum 2 kali sehari, pagi hari sebagai pembangkit semangatnya menjalani hari dan malam hari sebagai peredam agar ia dapat lebih tenang. Efeknya jika ia tidak minum kedua obat itu? Pagi hari ia akan sangat murung, down, mungkin hampir dipresi. Dan kebalikannya, malam hari ia masih saja bisa menjadi maniak, memimpikan macam-macam di luar batas kemampuan manusia, ngomong ngaco. Ia cerita, ia merokok ya karena untuk men-down-kan moodnya kalau ia rasa ia mulai jadi maniak. Sampe segitunya ya? ckck.
Beneran dah, baru kali ini gue temukan orang yang begini. Mau kasian, tapi kayaknya ia tidak bersedia dikasihani. Kalau gue pikir-pikir lagi, emang hanya butuh teman ngobrol biar fantasinya ada yang nanggepin. Gue kira ia hanya bisa cocok sama temen gue satu rombongan yang agak-agak aneh juga, tapi ternyata bisa juga ngobrol sama gue (yang ternyata otaknya kadang nggak normal juga!).

Ia juga cerita pernah buat game buat bocah SD yang dimainkan dengan device remote control DVD player. Kerjasamanya dengan Gramedia dijalankannya selama 2 tahun. Hingga akhirnya ia mengejar gelar S1 di kampus kayak ruko demi bisa bekerja pada posisi yang lebih tinggi biar ia tidak lagi dimarahi bosnya kalau sedang deadline. Ia menyadari bahwa ia harus berada di posisi pemimpin. Tanpa ada yang menekannya, membuatnya dipresi.
0 comments:
Post a Comment